Shalat Tahajjud
SHALAT TAHAJJUD
Qiyamullail termasuk shalat sunnah mutlak, ia sunnah mu’akkadah, Allah memerintah rasulnya Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya.
Allah berfirman :
قال الله تعالى: {يَاأَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ (1) قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا (2) نِصْفَهُ أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا (3) أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا (4)} [المزمل / 1- 4].
“Hai orang yang berselimut (Muhammad), Bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. Atau lebih dari seperdua itu. dan Bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan.” [Al-Muzammil/73: 1-4]
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
قال الله تعالى: {وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا (79)} [الإسراء/79]
“Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” [Al-Isra’/17: 79].
Allah menyebutkan sifat-sifat orang yg bertakwa bahwa mereka:
كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ (17) وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ [الذاريات/17- 18]
“Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar” [Adz-Dzariyaat/51: 17-18].
Keutamaan Qiyamul Lail
Qiyamul lail merupakan amal yang paling utama, ia lebih utama daripada shalat sunnah di siang hari; karena di waktu sepi lebih ikhlas kepada Allah, dan karena beratnya meninggalkan tidur, dan kelezatan bermunajat kepada Allah Azza wajalla, dan di pertengahan malam lebih utama.
Allah berfirman.
إِنَّ نَاشِئَةَ ٱلَّيۡلِ هِيَ أَشَدُّ وَطۡٔٗا وَأَقۡوَمُ قِيلًا [المزمل: ٦]
“Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.” [Al-Muzammil/73: 6]
Dari Amr bin Anbasah Radhiyallahu anhu bahwasanya nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
عن عمرو بن عبسة رضي الله عنه أن النبي- صلى الله عليه وسلم- قال: «إنَّ أَقْرَبَ مَا يَكُونُ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ مِنَ العَبْدِ جَوْفَ اللَّيْلِ الآخِرِ، فَإنْ اسْتَطَعْتَ أَنْ تَكُونَ مِمَّنْ يَذْكُرُ الله عَزَّ وَجَلَّ فِي تِلْكَ السَّاعَةِ فَكُنْ، فَإنَّ الصَّلاةَ مَحْضُورَةٌ مَشْهُودَةٌ إلَى طُلُوعِ الشَّمْسِ..». أخرجه الترمذي والنسائي.
“Sesungguhnya Allah paling dekat kepada hambanya adalah di tengah malam terakhir, kalau engkau bisa menjadi orang yang berdzikir kepada Allah pada waktu itu maka lakukanlah, karena shalat pada waktu itu dihadiri dan disaksikan hingga terbit matahari…(HR. Tirmidzi dan Nasa’i)[1].
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya.
وَسُئِلَ النبيُّ- صلى الله عليه وسلم- أي الصلاة أفضل بعد المكتوبة؟ فقال: «أَفْضَلُ الصَّلاةِ بَعْدَ الصَّلاةِ المَكْتُوبَةِ، الصَّلاةُ فِي جَوْفِ اللَّيْلِ». أخرجه مسلم.
Shalat apa yg paling utama selain yang wajib? Beliau menjawab: “Shalat yang paling utama selain shalat wajib adalah shalat di tengah malam. (HR. Muslim)[2].
Di waktu malam ada saat dikabulkannya doa.
Dari Jabir Radhiyallahu anhu berkata.
عن جابر رضي الله عنه قال: سمعت النبي- صلى الله عليه وسلم- يقول: «إنَّ فِي اللَّيْلِ لَسَاعَةً لا يُوَافِقُهَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ الله خَيْراً مِنْ أَمْرِ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، إلَّا أَعْطَاهُ إيَّاهُ، وَذَلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ». أخرجه مسلم
Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya di waktu malam ada satu saat dimana seorang hamba tidak memohon kebaikan dunia dan akhirat kepada Allah pada saat itu, kecuali Allah memberikannya, dan ini ada pada setiap malam. (HR. Muslim)[3].
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله- صلى الله عليه وسلم- قال: «يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا حِيْنَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ يَقُولُ: مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ؟ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ؟، مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ؟». متفق عليه
“Setiap malam tuhan kita turun ke langit dunia pada waktu sepertiga malam terakhir, Allah berkata: siapa yang berdoa kepadaku maka akan aku kabulkan, siapa yang meminta kepadaku akan aku berikan, siapa yang mohon ampun padaku maka aku akan memberi ampunan kepadanya. (Muttafaq alaih)[4].
Disunnahkan bagi seorang muslim tidur dalam keadaan suci, dan “Barangsiapa yang bermalam dalam keadaan suci maka malaikat ikut bermalam bersamanya, dan ia tidak bangun kecuali malailkat berkata: Ya Allah, ampunilah hambamu fulan, karena ia bermalam dalam keadaan suci. (HR. Ibnu Hibban)[5].
Disunnahkan segera tidur, agar bisa bangun untuk shalat malam dengan segar, dan disunnahkan bangun ketika mendengar adzan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«يَعْقِدُ الشَّيْطَانُ عَلَى قَافِيَةِ رَأْسِ أَحَدِكُمْ إذَا هُوَ نَامَ ثَلاثَ عُقَدٍ، يَضْرِبُ على مكان كُلِّ عُقْدَةٍ: عَلَيْكَ لَيْلٌ طَوِيلٌ فَارْقُدْ فَإنِ اسْتَيْقَظَ فَذَكَرَ الله انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ، فَإنْ تَوَضَّأَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ، فَإنْ صَلَّى انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ، فَأَصْبَحَ نَشِيْطاً طَيِّبَ النَّفْسِ، وَإلَّا أَصْبَحَ خَبِيْثَ النَّفْسِ كَسْلانَ».
متفق عليه.
“Apabila salah seorang dari kalian tidur, setan membuat tiga ikatan di kepalanya, ia mengatakan pada setiap ikatan, malam masih panjang maka tidurlah. Jika ia bangun dan berdzikir kepada Allah, maka lepaslah satu ikatan, jika berwudhu’ maka lepas satu ikatan, dan jika shalat, lepas satu ikatan, maka ia masuk waktu pagi dengan segar dan jiwanya tenang, kalau tidak, maka ia masuk waktu pagi dengan jiwa yang tidak tenang dan malas”. (Muttafaq alaih)[6].
Seorang Muslim seharusnya berusaha bangun malam dan tidak meninggalkannya; karena nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan qiyamul lail hingga kakinya pecah-pecah.
Aisyah berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لِمَ تَصْنَعُ هَذَا يَا رَسُولَ الله وَقَدْ غَفَرَ الله لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ؟ قَالَ: «أَفَلا أُحِبُّ أَنْ أَكُونَ عَبْداً شَكُوراً». متفق عليه.
Mengapa engkau lakukan ini wahai rasulullah, padahal Allah telah mengampunimu dosamu yg telah lalu dan yg akan datang? Nabi berkata: “Tidakkah aku suka menjadi hamba yang bersyukur? (Muttafaq alaih)[7].
Shalat Tahajjud.
Sebelas rakaat dengan witir, atau tiga belas rakaat dengan witir.
Waktu shalat Tahajjud.
Waktu malam paling utama adalah sepertiga malam terakhir, maka malam dibagi dua, kemudian anda bangun pada sepertiga pertama dari paruh kedua, kemudian tidur di akhir malam.
عن عبد الله بن عمرو بن العاص رضي الله عنهما: أن رسول الله- صلى الله عليه وسلم- قال: «أَحَبُّ الصَّلاةِ إلَى الله صَلاةُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلام، وَأَحَبُّ الصِّيَامِ إلَى الله صِيَامُ دَاوُدَ، وَكَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ، وَيَقُومُ ثُلُثَهُ، وَيَنَامُ سُدُسَهُ، وَيَصُومُ يَوماً، وَيُفْطِرُ يَوماً». متفق عليه
Dari Abdullah bin Amr bin Ash Radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Shalat yang paling dicintai Allah adalah shalatnya Nabi Daud, dan puasa yang paling dicintai oleh Allah adalah puasanya Nabi Daud, beliau tidur separuh malam, bangun sepertiganya, tidur seperenamnya, dan berpuasa satu hari dan tidak berpuasa satu hari. (Muttafaq alaih)[8].
Sifat shalat Tahajjud.
Disunnahkan sebelum tidur berniat qiyamullail, jika ia tertidur dan tidak bangun, maka ditulis baginya apa yg diniatkan, dan tidurnya merupakan sedekah dari tuhan kepadanya, dan jika bangun untuk shalat tahajjud, ia menghapuskan tidur dari wajahnya, dan membaca sepuluh ayat di akhir Surat al-Imran ﴿ إِنَّ فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ ….. ﴾ [ال عمران: ١٩٠] , lalu bersiwak dan berwudhu’ kemudian memulai tahajjud dengan dua rakaat ringan; berdasarkan sabda nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إذَا قَامَ أَحَدُكُمْ مِنَ اللَّيْلِ فَلْيَفْتَتِح صَلاتَهُ بِرَكْعَتَينِ خَفِيْفَتَيْنِ. أخرجه مسلم.
“Apabila salah seorang kalian bangun di waktu malam maka hendaklah memulai shalatnya dengan dua rakaat ringan“. (HR. Muslim)[9]
Kemudian shalat dua rakaat-dua rakaat, dan salam setiap dua rakaat, berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar Radhiyallahu anhu : ada seseorang yg berkata: wahai Rasulullah, bagaimana shalat malam? Beliau bersabada:
مَثْنَى مَثْنَى، فَإذَا خِفْتَ الصُّبْحَ فَأَوْتِرْ بِوَاحِدَةٍ. متفق عليه
Dua dua, apabila engkau khawatir tiba waktu subuh, maka shalat witirlah satu rakaat. (Muttafaq alaih)[10]
Boleh juga sekali-kali shalat empat rakaat dengan satu kali salam.
Disunnahkan mempunyai jumlah rakaat tertentu, jika ia tertidur dan tidak shalat maka diqadha’ dengan genap, Aisyah Radhiyallahu anha ditanya tentang shalat nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di waktu malam, beliau menjawab:
: سَبْعٌ، وَتِسْعٌ، وَإحْدَى عَشْرَةَ سِوَى رَكْعَتَي الفَجْرِ. أخرجه البخاري
Tujuh, sembilan, dan sebelas, selain shalat dua rakaat fajar. (HR. Bukhari)[11].
Disunnahkan shalat tahajjud di rumahnya, membangunkan keluarganya, dan sekali-kali shalat mengimami mereka, memperpanjang sujudnya kira-kira selama membaca lima puluh ayat, jika mengantuk hendaklah tidur, dan disunnahkan memanjangkan berdiri dan membaca al-Qur’an, membaca satu juz al-Qur’an atau lebih, sekali-kali membaca dengan keras, dan sekali-kali pelan, jika membaca ayat tentang rahmat, hendaklah memohon rahmat, dan jika membaca ayat tentang adzab, hendaklah memohon perlindungan, dan jika membaca ayat yg mengandung pensucian Allah Subhanahu wa Ta’ala, hendaklah bertasbih.
Kemudian mengakhiri tahajjudnya di waktu malam dengan shalat witir, berdasarkan sabda nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
اجْعَلُوا آخِرَ صَلاتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْراً. متفق عليه
“Jadikanlah shalat terakhir kalian di waktu malam witir” (Muttafaq alaih)([12]) .
[Disalin dari مختصر الفقه الإسلامي (Ringkasan Fiqih Islam Bab : Ibadah العبادات ) Penulis : Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri Penerjemah Team Indonesia islamhouse.com : Eko Haryanto Abu Ziyad dan Mohammad Latif Lc. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2012 – 1433]
_______
Footnote
[1] Shahih, diriwayatkan oleh Tirmidzi no: (3579), Shahih Sunan Tirmidzi no: (2833) dan Nasa’i no: (572), ini adalah lafadznya, Shahih Sunan Nasa’i no: (557).
[2] Shahih Muslim no: (1163)
[3] Shahih Muslim no: (757).
[4] Shahih Bukhari no: (1145), ini adalah lafadznya, dan Shahih Muslim no: (758)
[5] Hadist Hasan, riwayat Ibnu Hibban no: (1051), Lihat As-Silsilah As-Shahihah no: (2539)
[6] Shahih Bukhari no: (1142), ini adalah lafadznya dan Shahih Muslim no: (776)
[7] Shahih Bukhari no: (4837), ini adalah lafadznya dan Shahih Muslim no: (2820)
[8] Shahih Bukhari no: (1131), ini adalah lafadznya dan Shahih Muslim no: (1159)
[9] Shahih Muslim no: (728)
[10] Shahih Bukhari no: (1137), ini adalah lafadznya dan Shahih Muslim no: (749)
[11] Shahih Bukhari no: (1139)
[12] Shahih Bukhari no (998), Shahih Muslim no (751)
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/94906-shalat-tahajjud-2.html